Teman-temannya mengajak ke pesta dan acara keluarga, tapi Lila selalu merasa terasing. Hatinya tetap tertambat pada kenangan akan seorang pemuda miskin yang punya keberanian besar.
Suatu sore, Lila duduk di teras rumah, memandangi jalan kampung yang dulu penuh tawa mereka. Air mata jatuh perlahan. “Mengapa aku harus memilih antara keluarga dan cinta?” ia bertanya dalam hati.
Orang tua Lila masih belum memberi restu. Mereka terus menekan, mengatur masa depannya agar sesuai harapan keluarga. Namun, Lila semakin yakin bahwa kebahagiaan sejati bukanlah soal harta atau status.
Sementara itu, Arga yang kini mulai dikenal sebagai pengusaha muda yang sukses di kota, tak pernah lupa asal-usulnya. Ia rutin mengirimkan kabar lewat surat dan sesekali pulang ke kampung untuk menguatkan dirinya.
Namun, pertemuan dengan Lila masih sulit karena sikap keras orang tua. Setiap kali ia datang, pintu selalu tertutup rapat.