Medan, kedannews.com – Seratusan warga tampak antusias menghadiri penyuluhan hukum yang diselenggarakan oleh Pasti Bobby Kota Medan, berkolaborasi dengan Tim Advokasi Hukum Pasti Bobby Sumatera Utara. Acara ini digelar di Sekretariat Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Pasti Bobby Kota Medan, di Kelurahan Denai, pada Minggu, 19 Oktober 2024, dengan tema utama Restorative Justice sebagai program unggulan pasangan calon Gubernur Sumut, Bobby Nasution dan H. Surya.
Sekretaris Pasti Bobby Kota Medan, Aris Harianto selaku tuan rumah acara, turut mendampingi para narasumber penyuluhan hukum Pasti Bobby.
Ketua Tim Advokasi Hukum Pasti Bobby Sumut Dr. Muhammad Sa’i Rangkuti, SH., MH mengatakan Penyuluhan ini diadakan sebagai bagian dari program unggulan pasangan calon Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution dan H. Surya, yang menekankan pentingnya metode Restorative Justice sebagai solusi penyelesaian masalah hukum di luar pengadilan.
“Penyuluhan ini program unggulan pasangan calon Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution dan H. Surya, yang menekankan pentingnya metode Restorative Justice sebagai solusi penyelesaian masalah hukum di luar pengadilan,” ucapnya.
Dr. Muhammad Sa’i Rangkuti, SH., MH, Ketua Tim Advokasi Hukum Pasti Bobby Sumut, yang menjadi narasumber utama, menyampaikan bahwa pendekatan ini memberikan keadilan yang lebih manusiawi dan tidak hanya menguntungkan korban, tetapi juga pelaku dan keluarga mereka.
Dr. Muhammad Sa’i Rangkuti sendiri merupakan sosok yang memiliki latar belakang keluarga yang kuat dan akademik yang mumpuni. Ia adalah anak sulung dari Alm. H.M. Imballo Rangkuti, SH dan Alm. Ibu Dra. Nurlina Nasution. Selain itu, ia merupakan alumni S1 dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), melanjutkan S2 di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), dan berhasil meraih gelar doktor (S3) dari Universitas Prima Indonesia (UNPRI). Latar belakang akademis dan dukungan keluarga yang kuat semakin memperkuat kiprahnya dalam dunia hukum dan advokasi di Sumatera Utara.
“Permasalahan-permasalahan hukum di masyarakat tidak harus selalu berakhir di pengadilan,” tegas Dr. Muhammad Sa’i di hadapan peserta. “Ketika kasus dibawa ke meja hijau, banyak pihak yang dirugikan, termasuk keluarga terdakwa.”

Sebagai contoh, ia menyebut kasus di mana seorang kepala keluarga harus menjalani hukuman penjara karena konflik kecil dengan tetangganya, yang berdampak besar pada kehidupan keluarganya yang bergantung pada penghasilannya. Restorative Justice, menurutnya, menjadi alternatif yang lebih bijak dalam menyelesaikan sengketa-sengketa ringan.
Restorative Justice: Solusi Alternatif Penyelesaian Kasus Ringan
Restorative Justice, sebagaimana dijelaskan Dr. Muhammad Sa’i, adalah metode penyelesaian hukum di mana kedua belah pihak didamaikan melalui dialog dan rekonsiliasi, tanpa harus menjalani proses peradilan formal. Selain menghindari kerugian yang lebih besar bagi keluarga pelaku, pendekatan ini juga meringankan beban negara dalam merawat narapidana di lembaga pemasyarakatan yang sudah melebihi kapasitas.
“Negara menanggung beban besar untuk merawat narapidana, dari makanan hingga fasilitas penjara yang sudah penuh lebih dari 60% kapasitasnya,” ungkap Dr. Muhammad Sa’i.
Namun, ia menegaskan bahwa tidak semua kasus bisa diselesaikan melalui metode ini, terutama yang menyangkut pelanggaran berat seperti pembunuhan atau pemerkosaan. Restorative Justice lebih cocok diterapkan pada kasus-kasus ringan atau konflik antar individu.
Dialog Aktif Peserta dengan Narasumber
Sesi tanya jawab yang interaktif dengan peserta semakin memperkaya penyuluhan. Salah seorang mahasiswa bertanya, “Apakah semua masalah hukum bisa diselesaikan dengan Restorative Justice?” Dr. Muhammad Sa’i menegaskan bahwa tidak semua kasus bisa menggunakan pendekatan ini, terutama yang berpotensi merusak tatanan sosial secara luas. Kasus-kasus berat tetap harus melalui proses pengadilan formal.
Di sisi lain, pertanyaan mengenai efek jera dari Restorative Justice juga ditanggapi serius oleh Dr. Muhammad Sa’i. Menurutnya, meskipun metode ini tidak fokus pada hukuman formal seperti penjara, tanggung jawab pelaku untuk memperbaiki kesalahan mereka justru bisa menciptakan efek jera yang lebih mendalam.
Restorative Justice dan Kasus Korupsi
Terkait pertanyaan tentang korupsi, Rizky Fatimantara Pulungan, SH, anggota Tim Advokasi Hukum Pasti Bobby, menjelaskan bahwa korupsi tidak bisa diselesaikan melalui Restorative Justice, meskipun pelaku mengembalikan kerugian negara. Korupsi dianggap sebagai tindak pidana berat yang berdampak luas, sehingga penanganannya harus dilakukan melalui proses hukum formal untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
Sertifikat Penghargaan bagi Peserta
Sebagai bentuk apresiasi atas partisipasi aktif dalam acara penyuluhan hukum ini, Tim Advokasi Hukum Pasti Bobby Sumut juga membagikan Sertifikat Penghargaan bagi seluruh peserta yang hadir. Sertifikat ini diberikan sebagai tanda penghargaan atas keseriusan peserta dalam memahami pentingnya Restorative Justice dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan harmoni.
Penyuluhan ini ditutup dengan ajakan untuk lebih memahami dan mendukung Restorative Justice sebagai solusi alternatif dalam penyelesaian kasus-kasus hukum ringan di masyarakat, khususnya dalam kampanye Bobby Nasution dan H. Surya.