Medan, kedannews.co.id – Dugaan adanya konspirasi antara Bank Sumut dengan PT Spectra Graha mencuat ke publik. Pasalnya, perusahaan tersebut diketahui telah menerima pinjaman permodalan lebih kurang Rp23 miliar sejak tahun 1994 untuk pembangunan properti di kawasan Kuala Namu dengan luas lahan sekitar 67 hingga 70 hektare. Namun, hingga kini disebut-sebut belum ada pengembalian pinjaman kepada Bank Sumut.
Upaya konfirmasi wartawan kepada pihak Bank Sumut pada Selasa, 26 Agustus 2025, awalnya tidak mendapatkan jawaban. Jalal, selaku Humas Bank Sumut, sempat tidak merespons permintaan tanggapan resmi.
Belakangan, Jalal memberikan penjelasan bahwa untuk jawaban resmi pihaknya masih menunggu telaah internal.
“Izin, untuk jawaban resmi masih belum bisa disampaikan. Tapi off the record, sebagai gambaran, kita sedang meminta divisi terkait agar menyampaikan telaah atas hal yang ditanyakan, untuk kemudian bisa disampaikan sebagai pernyataan resmi,” ujar Jalal.
Namun kemudian, pihak Bank Sumut melalui Humas menyampaikan keterangan bahwa kasus tersebut memang sudah ditangani sejak lama.
Keterangan Humas Bank Sumut:
“Temuan Rp23 miliar di tahun 1994 atas agunan lahan 67 hektare di Kuala Namu diproses oleh Bank Sumut, Pemprov Sumut dan Kejati Sumut. Lahan dijual atau dilelang dan akan dibalikkan ke Kas Negara. Aset tersebut dinilai saat ini bernilai ratusan miliar. Sampai saat ini, prosesnya masih belum selesai,” jelas Humas Bank Sumut.
Kritik Ketua Umum FKSM Sumut
Ketua Umum Forum Komunikasi Suara Masyarakat (FKSM) Sumut, Irwansyah, menilai persoalan yang sudah berlangsung puluhan tahun tanpa kejelasan penyelesaian, berpotensi menimbulkan kerugian besar terhadap keuangan daerah.
“Kalau benar ada pinjaman sejak tahun 1994 dengan nilai mencapai Rp23 miliar, dan hingga kini tidak ada pengembalian, maka ini jelas persoalan serius. Apalagi menyangkut aset di atas lahan strategis yang luasnya mencapai puluhan hektare di kawasan Kuala Namu,” tegas Irwansyah.
Ia juga menilai bahwa Bank Sumut semestinya bersikap transparan kepada publik.
“Humas Bank Sumut seharusnya menjawab pertanyaan wartawan, bukan malah bungkam. Transparansi itu kunci, apalagi Bank Sumut adalah bank milik daerah yang sahamnya juga dimiliki pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Sumut,” ucapnya.
Ketua FKSM menambahkan, jika benar terdapat indikasi pembiaran selama 30 tahun, maka hal ini patut diduga sebagai bentuk kelalaian manajemen.
“Kalau memang pinjaman itu tidak pernah dilunasi sejak 1994, maka kita patut menduga ada kelalaian serius dalam pengawasan. Situasi seperti ini berpotensi merugikan keuangan daerah dan masyarakat Sumut,” ujarnya.
Lebih jauh, FKSM Sumut menyebut pihaknya akan segera membawa persoalan ini ke ranah hukum.
“Kami dari FKSM Sumut akan segera melaporkan temuan ini ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Biarlah aparat penegak hukum yang melakukan penyelidikan dan memastikan apakah ada dugaan tindak pidana atau penyalahgunaan kewenangan,” katanya.
Desakan Pengusutan
Menurutnya, Kejatisu perlu segera turun tangan agar persoalan ini tidak berlarut-larut.
“Jangan sampai kasus seperti ini hanya menjadi isu di media tanpa tindak lanjut. Kejatisu harus serius mengusut, karena menyangkut uang rakyat. Kalau dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan perbankan daerah,” ungkap Irwansyah.
Ia menambahkan, FKSM Sumut akan mengawal perkembangan kasus ini dan siap bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam mengungkap kebenaran.
“Kami akan terus mengawal isu ini. Jangan sampai ada kesan bahwa Bank Sumut menutup-nutupi persoalan, karena publik berhak tahu bagaimana nasib dana miliaran rupiah itu,” pungkasnya.