
Oleh: Suwandi Purba
Politik adalah sesuatu yang sangat dinamis. Di dalamnya tidak ada teman abadi, karena yang abadi dalam politik itu adalah kepentingan itu sendiri.
Hari ini bisa menjadi teman dan berkoalisi. Di waktu lain, bisa menjadi lawan dan berada dalam kubu berseberangan.
Coba saja lihat di pemilihan gubernur, bupati dan walikota di seluruh Indonesia. Pasca reformasi dan digelarnya Pilkada langsung, tidak ada format koalisi yang baku, semua serba cair dan sangat bervarian.
Di Pilpres 2009, PDIP-Gerindra berkoalisi mengusung Mega-Prabowo. Di Pilpres 2014 dan 2019, PDIP-Gerindra pecah kongsi berada dalam koalisi berbeda. Dan saat ini, PDIP dan Gerindra berada dalam koalisi yang sama sebagai partai politik pendukung pemerintahan Jokowi.
Gonta-ganti koalisi adalah hal biasa karena menyesuaikan dengan kepentingan masing-masing partai itu sendiri.
Meski setiap partai memiliki platform tersendiri, namun bukan pula platform partai yang menjadi patron terciptanya sebuah koalisi. Sebab, sekali lagi yang menjadi patronnya adalah kepentingan.
Apa yang didapat satu partai jika ia mendukung pasangan calon pemimpin untuk kemudian berkoalisi dengan partai A atau partai B, itulah yang menjadi dasar.