Medan, kedannews.co.id – Kompol DK mangkir dari gelar perkara di Bidpropam Polda Sumut terkait dugaan rekayasa kasus narkoba dan penganiayaan terhadap Rahmadi.
Gelar perkara itu digelar pada Jumat, 11 Juli 2025 di Bidpropam Polda Sumut, Medan. Kompol DK, Kanit 1 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Sumut selaku terlapor tidak hadir. Hal ini disampaikan langsung oleh Kuasa Hukum Rahmadi, Suhandri Umar Tarigan.
Rahmadi adalah warga Kota Tanjungbalai, ditangkap lalu dijadikan tersangka atas dugaan kepemilikan 10 gram sabu oleh Tim Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Sumut. Dalam proses hukum berjalan, dugaan rekayasa kasus dan kekerasan muncul.
“Gelar perkara ini penting, kami kecewa karena Kompol DK tidak hadir,” ujar Suhandri kepada wartawan. Ia menyebut sikap ini sebagai bentuk pelecehan terhadap proses hukum.
Menurut Suhandri, barang bukti yang dituduhkan ke kliennya diduga kuat direkayasa saat penangkapan. Bahkan, kata dia, tidak ada sabu ditemukan saat kejadian.
“Yang ada hanyalah penganiayaan. Klien kami dipukul, dipiting, dan diinjak-injak seperti yang terekam di CCTV toko pakaian,” ungkapnya.
Penangkapan terjadi pada 3 Maret 2025 pukul 21.30 WIB di sebuah toko pakaian, Kelurahan Beting Kapias, Kecamatan Teluk Nibung, Tanjungbalai. Video CCTV aksi penganiayaan itu viral di media sosial.
Rahmadi ditetapkan sebagai tersangka, ditahan, dan kini menjalani sidang di PN Tanjungbalai dengan nomor perkara 180/Pid.Sus/2025/PN Tjb. Sidang perdana berlangsung pada 3 Juli 2025 dipimpin oleh Karolina Selfia Sitepu.
Kuasa hukum menyampaikan eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum karena dianggap cacat prosedur dan tidak sesuai SOP. Sebelumnya, laporan penganiayaan telah disampaikan ke SPKT Polda Sumut pada 14 April 2025 oleh abang kandung Rahmadi.
Umar Tarigan berharap proses hukum berjalan objektif dan transparan. “Kami minta Ditreskrimum Polda Sumut segera tindaklanjuti laporan pidana terhadap Kompol DK,” tegasnya.
Jika terbukti, tindakan kekerasan dan rekayasa barang bukti bisa dijerat Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan Pasal 55 KUHP tentang penyertaan tindak pidana. Pelaku bisa dipidana maksimal lima tahun penjara.
Selain itu, Bidpropam juga bisa lakukan tindakan tegas jika Kompol DK tidak kooperatif. “Kalau tetap tidak hadir, kami akan minta ada langkah paksa dari Bidpropam,” kata Umar menegaskan.