MEDAN, kedannews.co.id — Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menyetujui penyelesaian 18 perkara pidana melalui mekanisme Restorative Justice (RJ) atau keadilan restoratif, setelah dilakukan ekspose permohonan dari Kejaksaan Negeri Belawan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Persetujuan tersebut mencakup 21 orang tersangka yang terlibat dalam perkara pidana pencurian.
Kajati Sumut, Dr. Harli Siregar, SH., M.Hum, didampingi Wakajati, Aspidum, serta pejabat utama bidang Pidana Umum Kejati Sumut dan jajaran Kejari Belawan, memimpin gelar perkara tersebut. Ekspose dilakukan secara langsung kepada JAMPIDUM di Jakarta melalui Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, sebelum akhirnya disetujui untuk diselesaikan dengan pendekatan restorative justice yang bersifat humanis.
Ke-21 tersangka itu sebelumnya diduga melakukan tindak pidana pencurian secara bersama-sama di PT Abadi Rakyat Bakti, sebuah perusahaan yang telah berhenti beroperasi di Jalan Yos Sudarso Km 10,2, Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli, pada Minggu, 20 Juli 2025. Para tersangka dijerat Pasal 362 ayat (1) jo Pasal 363 ayat (1) ke-4 jo Pasal 55 KUHPidana sebelum akhirnya dilakukan proses penghentian penuntutan melalui RJ.
Pelaksana Harian Kasi Penerangan Hukum Kejati Sumut, M. Husairi, SH., MH, menjelaskan bahwa penerapan restorative justice dilakukan setelah melalui pertimbangan matang. Salah satu alasannya adalah karena kepentingan hukum korban tetap terlindungi, dan adanya kesediaan dari pihak korban untuk menghentikan penuntutan
“Para tersangka telah menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan masalah dengan korban. Di hadapan pihak korban, keluarga, dan tokoh masyarakat, mereka dengan sadar mengakui kesalahannya dan meminta maaf tanpa syarat,” ujar Husairi.
Ia menambahkan, kesepakatan damai tersebut juga mendapat dukungan dari masyarakat yang diwakili oleh Camat Medan Deli dan beberapa saksi setempat, yang menginginkan perkara ini diselesaikan secara kekeluargaan.
Lebih lanjut, Husairi menegaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan semangat dan cita-cita pimpinan Kejaksaan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Penerapan keadilan restoratif dilakukan dengan penelitian yang cermat, mempertimbangkan kepentingan hukum, dan mengedepankan hati nurani. Diharapkan langkah ini dapat memulihkan hubungan sosial di tengah masyarakat tanpa harus melalui proses pemidanaan,” pungkasnya.
Melalui kebijakan ini, Kejati Sumut berharap penerapan restorative justice mampu menjadi jembatan pemulihan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat secara damai, serta mencerminkan wajah hukum yang lebih humanis di Indonesia.