Medan, kedannews.com – Ketua Komisi A DPRD Sumut Hendro Susanto minta Menaker (Menteri tenaga kerja) mencabut permenaker nomor 02 tahun 2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), karena merugikan para pekerja/buruh dan tidak relevan dengan kondisi saat ini.
“Jika Menaker RI tidak mencabut, kita mohon Presiden RI Pak Jokowi mencopot menteri tersebut,” tegas Hendro Susanto kepada wartawan, Minggu (13/2/2022) di Medan.
Ditegaskannya lagi, polemik terhadap terbitnya Permenaker nomor 02 tahun 2022 telah membuat seluruh buruh/pekerja di Indonesia menjadi resah, termasuk buruh/pekerja di wilayah Sumatera Utara.
“Sejak permenaker itu terbit, kita mendapat telepon dan pesan dari masyarakat buruh, mereka minta DPRD Sumut menyuarakan terkait pencabutan permenaker tersebut,”ujarnya.
Padahal, lanjutnya dengan tegas, Permenaker No 02 baru sepekan tersebut telah mencederai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja yang tertekan dalam situasi pandemi.
Sejak disahkannya UU Cipta Kerja (yang berdasarkan keputuan MK inskontitusional bersyarat), Hendro kembali menegaskan, posisi pekerja semakin lemah, karena lebih mudah di-PHK dan membuat jumlah uang pesangon tergerus secara signifikan.
Menurut Politisi muda asal PKS ini, ada beberapa catatan yang tidak relevan akan hadirnya Permenaker 02 tahun 2022 tersebut. Pertama terdapat beberapa pasal dalam Permenaker 02 menunjukkan ketidakpekaan pemerintah pada situasi pandemi, yang saat ini banyak hal membuat para pekerja berpotensi mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“JHT itu sebagai dana sosial, sewaktu waktu bisa diambil oleh buruh/pekerja, jika terjadi PHK, tapi malah dikunci dengan usia 56 tahun. Aneh kan menaker ini.
Berhenti bekerja karena PHK tentu bukan keinginan pekerja. Berhenti karena pengunduran diri pun bisa karena situasi di tempat kerja yang sudah tidak nyaman,”ujar wakil ketua FPKS DPRD Sumut ini.
Kedua, berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan per Desember 2021, total klaim peserta yang berhenti bekerja karena pensiun hanya 3 persen, sedangkan pengunduran diri 55 persen dan alasan terkena PHK mencapai 35 persen. “Jika harus menunggu sampai usia 56 tahun, bagaimana keberlangsungan pendapatan pekerja/buruh… Dimana hati nurani Menaker.
Ketiga, JHT itu hak pekerja/buruh yang di atur dalam UU no.13 tahun 2003. Jadi sebagai sebuah hak, semestinya dapat diambil saat pekerja berhenti bekerja, baik karena memasuki usia pensiun maupun karena ter-PHK atau mengundurkan diri
“Di publik sudah ada 280 ribu lebih orang menandatangai petisi menolak berlakukan Permenaker No 2 Tahun 2022 dan bisa terus bertambah merespons kebijakan yang baru dikeluarkan, artinya kebijakan tersebut sangat tidak layak dan harus di cabut,” ungkap Hendro Susanto.
Menjadi pertanyaan, tandas anggota DPRD Sumut dapil Kota Binjai dan Kabupaten Langkat ini, kita semua dalam aspek sosiologisnya, yakni apa urgensinya dikeluarkan permenaker 02 tahun 2022 ditengah kondisi sekarang ini.
“Apakah pemerintah kekurangan anggaran, sehingga ada indikasi mau menggunakan dana JHT untuk penanganan gelombang ke3 Covid-19 atau untuk pembangunan lainnya atau untuk bayar hutang,” ungkap Hendro.
Terkait hal itu, kata Hendro lagi, kita mengetuk hati Presiden RI, untuk mendengarkan jeritan dan suara hati rakyat Indonesia, para pekerja/buruh. Lakukan dialog dan libatkan serikat pekerja, federasi pekerja dan berharap sebelum kick off bulan Mei 2022, permenaker tersebut dicabut.
Penulis: Mery Ismail, S.Sos
Editor: Mery Ismail, S.Sos