Masalah harusnya sudah selesai, dan hanya tinggal pendistribusian lahan pertanian dan pemberian tapak perumahan dan pembangunan rumah bagi petani yang telah terverifikasi.
Namun, kenyataan yang terjadi ternyata tidak demikian. Sudah setahun lebih petani di kedua desa itu menunggu tapi mereka tak kunjung menerima sertifikat tanah dan petak rumah yang telah dijanjikan, demikian juga dengan lahan pertanian untuk mereka garap. Alhasil, petani yang lahannya dicaplok oleh PTPN II itu terus terlunta-lunta dan semakin menderita.
Pertemuan yang diinisiasi dan difasilitasi Polda Sumut antara perwakilan petani Simalingkar dan Sei Mencirim dengan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang diwakili Asisten 1 H Mhd Fitriyus selaku Ketua Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Simalingkar – Sei Mencirim dan Kabiro Hukum Pemprovsu, pada Jumat (19/08/2022) di Lantai 2 Kantor Gubernur Sumut, hasilnya juga mengecewakan petani.
Perwakilan petani yang terdiri dari Musliadi (Ketua STMB), Widi Wahyudi (Wakil Ketua), Imam Wahyudi (Sekretaris), Daru Supanji (Bendahara), dan Agnes Irianta (Ketua SPSB), Efendi Surbakti (Wakil Ketua), Ardiansah Surbakti (Sekretaris), Sulaiman Wardana Sembiring (Humas), menyatakan bahwa mereka merasa dipermainkan dan ‘dibola-bola’ dalam kasus ini.
Menurut Musliadi, pada pertemuan kemarin yang berlangsung sekitar 3 jam dan dihadiri Kabid Hukum PTPN II, Kabid Analisis Hukum BPN Sumut, dan pihak Polda Sumut, Gubernur Edy melalui Asisten 1 Fitriyus menyampaikan bahwa Pemprov Sumut masih bingung untuk redistribusi tanah dalam penyelesaian konflik agraria di Simalingkar dan Sei Mencirim karena belum adanya payung hukumnya.
“Gubernur melalui Fitriyus mengatakan mereka butuh payung hukum (Keppres) untuk redistribusi tanah ke petani untuk menghindari timbulnya gugatan di kemudian hari. Gubernur juga mempertanyakan dananya dari mana untuk redistribusi tanah dan membangun perumahan petani,” ujar Musliadi menyampaikan isi pertemuan.
Pernyataan dari Fitriyus itu, ucap Musliadi, tentu sangat mengecewakan mereka. Sebab harusnya, jika Pemprov butuh payung hukum, harusnya mereka mengkoordinasikannya ke KSP dan melapor ke presiden, demikian juga masalah pendanaan untuk redistribusi tanah dan membangun perumahan petani.