Opini & Wawancara

Tegas dan Toleran dalam Beragama

6
×

Tegas dan Toleran dalam Beragama

Sebarkan artikel ini
Nazwar, S. Fil. I., M. Phil, Penulis Lepas Yogyakarta. (kedannews.com/istimewa)
Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil
(Penulis Lepas Yogyakarta)

TATKALA membincang hubungan antar umat beragama seringnya dituntut untuk bersikap toleran atau toleransi antar sesama penganut agama meski berbeda-beda. Saking toleran bahkan cenderung bersifat berlebihan maka terkadang disebut toleransi kebablasan.

Bentuk sikap antar umat beragama sejatinya tidak melulu berupa toleran, namun juga tegas. Tegas bukan berarti tidak toleran. Sikap tegas bahkan bersifat urgen dan sangat dibutuhkan terlebih tatkala sikap toleran tersebut disalahartikan, disalahgunakan, atau kebablasan.

Umumnya sikap dalam kehidupan berupa dua hal yang saling melengkapi dan seiring sejalan, seperti makan dan minum, kerja dan istirahat, tegas dan toleran adalah dua hal yang sama-sama dibutuhkan. Tidak akan lengkap toleran tanpa ketegasan, sekali salah satu sikap beragama tersebut hilang dari seseorang maka akan jomplang.

Dikatakan bahwa sikap toleran terkadang disalah artikan adalah bahwa seorang toleran sudah pasti dalam kondisi sama dengan orang lain yang disikapi toleran (objek). Sehingga kondisi seseorang harus menerima apa dan bagaimana perbuatan atau kelakuan seseorang. Tidak jarang justru sikap ini justru mengikat dan mewajibkan setiap orang untuk menghargai dan bersikap menerima berbagai bentuk perbedaan.

Semisal atas nama perbedaan setiap orang bisa melaksanakan apa yang menurutnya baik dan baginya ibadah. Kondisi ini menjadi jika yang bersangkutan hidup di lingkungan yang mayoritas berbeda dengannya. Semisal bermain musik dan berlantun/melantunkan seperti teriak secara keras di lingkungan tempat tinggal yang dihuni banyak orang, seperti kos, rumah susun, atau perkampungan.

Maka sikap menegur tentu tidak bisa disalahkan. Tidak hanya dalam pertimbangan kebenaran agama, alasan kondusif, rasa nyaman, dan tidak saling ganggu untuk kepentingan bersama. Di sini maksud penulis dengan sikap tegas. Tegas tidak harus keras. Artinya teguran tersebut dapat disampaikan dengan cara dan nada yang pelan.

Contoh lain dari urgensi sikap tegas disertai dan terhadap sikap toleran dalam konteks hubungan antar umat beragama adalah tatkala penyalahgunaan. Toleransi dengan disalah arti sebagaimana di atas kemudian disalahgunakan untuk kepentingan tertentu, semisal menonjolkan perbedaan identitas sekedar untuk eksistensi. Ini toleran tidak pada tempatnya, jika disalahgunakan dapat berakibat justru menimbulkan masalah seperti ketersinggungan, kecemburuan, atau ketidaknyamanan khususnya hubungan antar umat beragama.

Selanjutnya adalah toleran kebablasan, yaitu ketika sikap toleran bahkan tanpa ada batasan. Tidak ada, norma, aturan syariat misalnya tidak lagi dipandang hanya karena alasan sikap toleran. Maka ini jelas sesat dan harus diluruskan secara tegas sebelum dapat menular kepada orang atau masyarakat meski sekedar hubungan antar umat beragama. Tipe ini bahkan dapat merusak berbagai tatanan kehidupan manusia dan jauh dari cita-cita yang hendak diwujudkan melalui sikap toleran.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *