Berita Utama & HeadlineHukum & Kriminal

Usut Kematian Bripka AS, Polisi Bentuk Timsus 

3
×

Usut Kematian Bripka AS, Polisi Bentuk Timsus 

Sebarkan artikel ini
Kapolda Sumut, Irjen Panca Putra Simanjuntak saat bertemu keluarga Bripka AS. (Foto: Dok. Polda Sumut)

Medan, kedannews.com Polda Sumut membentuk tim khusus (timsus) untuk mengusut kematian Bripka AS, oknum Satlantas Polres Samosir yang diduga tewas usai menenggak sianida. Keluarga menduga ada kejanggalan atas kematiannya

Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi mengatakan Kapolda Sumut, Irjen Panca Putra Simanjuntak telah bertemu langsung dengan keluarga dari Bripka AS. Panca berjanji akan menangani kasus itu dengan transparan.

“Kapolda sudah bertemu dengan istri almarhum dan mendengar apa yang menjadi kegusaran pihak keluarga,”kata Hadi dalam keterangannya, Sabtu (25/3/2023).

Hadi mengatakan pihaknya telah membentuk tim untuk mengusut kematian Bripka AS yang terlibat penggelapan pajak Rp 2,5 miliar itu. Tim itu terdiri dari Ditreskrimum, Ditreskrimsus, dan Propam.

“Bapak Kapolda memastikan proses penanganan perkara ini berjalan transparan dan terbuka,” ujarnya.

Sebelumnya, dugaan kejanggalan kematian Bripka AS itu dilaporkan pihak keluarga ke Polda Sumut Jumat (17/3) lalu. Laporan itu terdaftar dengan nomor: STTLP/B/340/III/2023/SPKT/Polda Sumut dengan pelapor Jenni Irene, istri Bripka AS.

Ada beberapa kejanggalan yang ditemukan pihak keluarga soal kematian Bripka AS. Misalnya, soal lokasi penemuan jasad AS.

Bripka AS sendiri diduga melakukan bunuh diri. Jasadnya ditemukan tergeletak di sebuah tebing di Kelurahan Siogung Ogung, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Senin (6/2).

Sebelum ditemukan tewas, AS telah pergi dari rumahnya sejak Jumat (3/2). Bripka AS diduga nekat mengakhiri hidupnya di hari yang sama.

Menurut Kuasa Hukum Istri Bripka AS, Fridolin Siahaan lokasi bunuh diri Bripka AS tersebut merupakan tempat yang ramai. Oleh karena itu, dia merasa heran jika tak ada satupun warga yang melihat jasad AS di lokasi itu sejak AS bunuh diri hingga akhirnya ditemukan tewas.

“TKP itu kan ruang terbuka, selama 2-4 hari tidak ada menemukan atau melihat sepeda motor maupun jenazah Bripka AS. Sabtu Minggu itu tempat orang foto-foto, tempatnya penatapan gitu,” ujarnya saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (19/3).

Menurut informasi yang diterimanya, jasad Bripka AS itu ditemukan personel dari Satnarkoba Polres Samosir yang tengah menyelidiki peredaran narkoba di lokasi tersebut. Saat itu, mereka tak sengaja menemukan jasad Bripka AS telah tergeletak di dekat perbatuan di daerah itu.

“Herannya, kok yang nemuin (jasad Bripka AS) itu polisi yang lagi melidik narkoba di situ,” sebutnya.

Keluarga Bripka AS juga mengaku heran jika AS memutuskan untuk mengakhiri hidupnya setelah kasus penggelapan uang itu terungkap. Padahal, menurut Fridolin, AS telah berupaya untuk membayarkan uang kerugian dari penggelapan pajak itu sekitar Rp 750 juta.

Total uang itu lebih dari setengah uang kerugian yang harus dibayarkan oleh Bripka AS, yakni sebesar Rp 1,3 miliar, sedangkan sisanya dibebankan kepada pelaku lainnya.

“Versi polisi itu Rp 1,3 miliar dia pribadi, tapi persepsi keluarga itu Rp 800 juta hingga Rp 900 juta. Dari hasil yang dia gelapkan itu sudah dikembalikan sekitar Rp 750 juta. Dia sampai jual rumah dan pinjam ke bank. Terus kenapa dia (AS) ada upaya untuk bayar, tapi terus dia bunuh diri?, kan aneh,” ujarnya.

Lalu, Fridolin juga heran dengan pemesanan sianida tersebut. Sebab, sianida yang diduga dipesan oleh Bripka AS melalui toko online itu dipesan bersamaan saat handphone AS disita Polres Samosir.

Fridolin Siahaan menyebut sianida itu diduga dipesan oleh Bripka AS pada Senin (23/1). Pada hari yang sama, Bripka AS disebut dipanggil oleh Kapolres Samosir, AKBP Yogie Hardiman soal kasus penggelapan pajak itu.

“Bripka AS memesan sianida melalui aplikasi online pada tanggal 23 Januari 2023. Sementara pada tanggal 23 Januari Hp Bripka AS telah disita oleh Kapolres. Jadi, pertanyaannya siapa yang memesan sianida itu, karena tanggal 23 Hp sudah disita,” kata Fridolin, Selasa (21/3).

Dari keterangan pihak kepolisian sianida itu dipesan oleh Bripka AS dari Bogor, Jawa Barat melalui toko online.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan pihaknya, kata Fridolin, sianida itu tiba pada Senin (30/1) sekitar pukul 21.49 WIB. Paket sianida itu dipesan dengan tujuan UPT Samsat Pangururan dengan sistem pembayaran COD atau bayar di tempat.

“Sejauh ini keterangan polisi yang terima (paket sianida) almarhum langsung, tapi belum bisa dibuktikan juga,” ujarnya.

Namun, dia mengaku heran karena paket itu disebut diterima langsung oleh Bripka AS. Padahal, saat itu, kondisi sudah malam dan Bripka AS tengah tidak dalam kondisi bertugas.

“Perlu tanda tanya apakah kantor Samsat tersebut buka sampai malam. Apalagi beliau itu bertugas di Samsat di bagian fisik, dia tidak ada malam. Jadi, dinasnya pagi hingga sore,” kata Fridolin.

Menurut keterangan istri Bripka AS, suaminya sempat menyampaikan rencananya untuk membongkar pihak-pihak yang terlibat penggelapan pajak itu. Hal itu disampaikan Bripka AS kepada istrinya, usai dirinya dipanggil oleh AKBP Yogie Hardiman pada Senin (23/1) lalu.

“Almarhum pernah bercerita kepada istrinya mau membongkar seluruh kasus pajak itu supaya terang benderang, dia (AS) tidak mau kena sendiri,” kata Fridolin.

“Almarhum pun siap untuk dipenjara, bahkan dipecat dari kesatuannya. Jadi, dugaan kami jangan-jangan Bripka AS ini sengaja dibunuh untuk memutus mata rantai sistem penggelapan pajak di Samsat Pangururan,” ujarnya.

Setelah kasus itu terungkap, Fridolin menyebut ada juga pihak yang mengancam akan menyengsarakan keluarga dari Bripka AS. Menurut istri AS, ancaman itu dilakukan oleh AKBP Yogie.

“Berdasarkan cerita almarhum, yang diduga mengintimidasi itu Bapak Kapolres. Almarhum menceritakan diancam (Kapolres) akan disengsarakan anak dan istrinya,” sebutnya.

Kejanggalan lainnya yang dirasakan oleh pihak keluarga, yakni soal barang milik Bripka AS yang ditemukan di lokasi kejadian. Menurut Jenni Irene ada sejumlah barang yang diduganya bukan milik suaminya.

Barang tersebut, seperti helm dan sepatu.

“Jadi, waktu ditunjukkan barang bukti itu (helm) memang sama- sama putih luarnya, tapi yang punya almarhum itu dalamannya warna hitam, mereka (polisi) menunjukkannya itu warna merah,” ujar Irene.

“Sepatunya itu, dia nggak pernah ya jahit-jahit sepatu, sepatu itu yang ditunjukkan itu yang buruk, ada jahitannya,” sambungnya.

Irene mengaku mengenal betul barang-barang dari suaminya itu. Oleh karena itu, dia mengaku heran barang yang ditemukan itu tidak sama dengan milik suaminya.

“Tanda betul, karena kan anak-anak sering mainin helm tadi, jadi saya tau,” jelasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *