Jakarta, kedannews.co.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Cheryl Darmadi, putri pengusaha sawit terpidana korupsi Surya Darmadi, sebagai buronan atau daftar pencarian orang (DPO). Cheryl diduga terlibat tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari kasus korupsi usaha perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma Group. Penetapan DPO itu diumumkan Kejagung pada Sabtu (9/8/2025). Seperti diberitakan detikcom.
Dalam pengumuman resmi, wajah Cheryl terpampang jelas. Ia lahir di Singapura pada 11 Juni 1980 dan kini berusia 45 tahun. Cheryl adalah warga negara Indonesia (WNI) yang tercatat memiliki tiga alamat, yakni dua di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dan satu di Nassim Road, Singapura.
Kejagung menetapkan Cheryl sebagai tersangka sejak 31 Desember 2024 lalu. Ia disebut menjabat sebagai Direktur Utama PT Asset Pacific dan Ketua Yayasan Darmex. Selain Cheryl, dua korporasi juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni PT Alfa Ledo dan PT Monterado Mas.
Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna menjelaskan, Cheryl telah tiga kali dipanggil secara resmi untuk dimintai keterangan sebagai tersangka, namun tidak pernah hadir.
“Sejak minggu kemarin ditetapkan sebagai DPO, yang bersangkutan tidak pernah hadir memenuhi panggilan penyidik,” kata Anang saat dikonfirmasi, Sabtu (9/8/2025).
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menambahkan, Cheryl diketahui tinggal di Singapura dan sudah lama tidak kembali ke Indonesia.
“Posisi dia ada di Singapura terus. Sudah cukup lama tidak pernah balik ke Jakarta atau ke Indonesia,” ujar Febrie kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (8/1/2025).
Febrie menegaskan pihaknya terus menelusuri aset-aset yang diduga terkait Cheryl, termasuk transaksi ilegal dari hasil korupsi Duta Palma.
“Kita akan lihat semua asetnya yang sedang disita Jaksa, sedang diteliti. Mana yang termasuk aset TPPU, mana yang dari uang hasil lahan ilegal. Ini masuk juga ke kebun-kebun lain yang dikuasai anak-anaknya,” ungkap Febrie.
Kejagung menargetkan pengembalian kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,7 triliun serta kerugian ekonomi negara yang ditaksir mencapai Rp 73,9 triliun dari perkara korupsi PT Duta Palma Group.