Faktanya, sambung Gus, dalam banyak kesempatan Mahfud MD menyampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak mendapat akses atas laporan-laporan PPATK.
“Ya bagi saya ini aneh, misalnya ditutupi oleh para anak buah menteri keuangan tapi kalau itu terinformasi di dalam, pastilah sebagai kewenangan menteri keuangan sebagai orang nomor satu di kementerian itu pasti anak buahnya mendapatkan surat-surat dari PPATK,” katanya.
“Tapi ya sudahlah, jadi saya menyimpulkan kalau komite TPPU ini belum bekerja maka sekarang mereka kita tuntut untuk bekerja demi menuntaskan dugaan transaksi Rp 349 Triliun itu,” jelasnya.
Kenapa tidak sulit, Gus menjelaskan, karena komite ini diketuai oleh Menkopolhukam lalu wakilnya Menteri Perekonomian, sekretaris merangkap anggota Kepala PPATK, anggota-anggotanya ada Gubernur BI, Menteri Keuangan, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN, Kepala BNPT, dan Kepala BNN.
“Jadi saya kira ini sudah sangat cukup kuat karena ada aparat penegak hukum (APH) di komite ini. Jadi kalau indikasinya ada, ya sudah bisa dilakukan penyidikan, penyelidikan oleh APH tadi,” sebut Gus.
Kata Gus, komite itu sudah ada Perpres No. 6 Tahun 2012. Bahkan perpres ini sudah lama jadi seolah-olah ini temuan baru. Padahal akumulasi dari temuan PPATK itu sejak 2009 sampai 2023.
“Maka kita heran kok sekarang ini meledaknya, kalau dulu ada temuan PPATK ledakkan saja di situ, meskipun pola komite itu adalah silent operation namun dalam era sistem keterbukaan ke publik itu menjadi keharusan juga,” ujar Gus.