Berita Utama & Headline

Khilda Handayani: Pelapor Diduga Memanipulasi dan Menyelundupkan Hukum, Hans Singgung Dugaan ‘Ganti Kulit’ Pemilik hingga Mafia Tanah; Perkara Pernah SP3, Sertifikat Cacat Hukum, BPN Usul Pembatalan, Kini LP Baru Cek Lokasi

38
×

Khilda Handayani: Pelapor Diduga Memanipulasi dan Menyelundupkan Hukum, Hans Singgung Dugaan ‘Ganti Kulit’ Pemilik hingga Mafia Tanah; Perkara Pernah SP3, Sertifikat Cacat Hukum, BPN Usul Pembatalan, Kini LP Baru Cek Lokasi

Sebarkan artikel ini
Suasana cek lokasi sengketa tanah di Jalan Sei Belutu, Medan, dihadiri aparat kepolisian, pihak BPN, dan saksi dari KPKNL, Kuasa Hukum Mimi Herlina mempertanyakan kapasistas pelapor, 29 Agustus 2025. (kedannews.co.id/Foto: Aris).

Medan, kedannews.co.idKhilda Handayani, S.H., M.H kuasa hukum Mimi Herlina Nasution, menilai pelapor diduga memanipulasi dan menyelundupkan hukum dalam sengketa tanah di Jalan Sei Belutu, Kelurahan Tanjung Rejo, Medan Sunggal. Hans Silalahi, kuasa hukum yang sama, menyinggung dugaan “ganti kulit” pemilik hingga adanya indikasi mafia tanah. Perkara ini sebelumnya pernah berakhir dengan SP3, sementara sertifikat tanah cacat hukum dan BPN sudah mengusulkan pembatalan. Kini muncul laporan polisi baru dan pengecekan lokasi (cek TKP) dilakukan kembali, memicu ketegangan di lapangan. Hingga Nyaris terjadi bentrok saat dilakukan pengecekan lokasi (cek TKP) di Jalan Sei Belutu, Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Jumat (29/8/2025), Pengecekan ini terkait Laporan Polisi Nomor LP/B/2196/VIII/2024/SPKT/POLRESTABES MEDAN/POLDA SUMATERA UTARA tertanggal 5 Agustus 2024 atas nama pelapor Tjiong Budi Priyanto.

Suasana cek lokasi sengketa tanah di Jalan Sei Belutu, Medan, dihadiri aparat kepolisian, pihak BPN, dan saksi dari KPKNL, Kuasa Hukum Mimi Herlina mempertanyakan kapasistas pelapor, 29 Agustus 2025. (kedannews.co.id/Foto: Aris).

Saat akan dilakukan pengecekan lokasi (cek TKP), Hans Silalahi, S.H., kuasa hukum Mimi Herlina Nasution, mempertanyakan kepada yang berhadir, kapasitas pihak yang terlibat dalam perkara ini. Ia menegaskan kepemilikan tanah harus jelas dan tidak bisa tiba-tiba ada penunjukan pihak tertentu tanpa dasar yang sah. Menurut Hans, Tjiong Budi tidak memiliki kapasitas hukum dalam persoalan ini.

“Yang punya tanah siapa, kapasitasnya siapa, kok tiba-tiba ada penunjukan ini penunjukan itu? Kan seharusnya ada orangnya. Cong Budi nggak punya kapasitas, tidak punya kapasitasnya Tjiong Budi,” ujar Hans Silalahi, S.H.

Suasana cek lokasi sengketa tanah di Jalan Sei Belutu, Medan, dihadiri aparat kepolisian, pihak BPN, dan saksi dari KPKNL, 29 Agustus 2025. (kedannews.co.id/Foto: Aris).

Selanjutnya, Pihak kepolisian menjelaskan bahwa nantinya akan ada ahli yang memberikan keterangan terkait sengketa tanah tersebut.

“Seperti yang disampaikan oleh Kanit saya tadi, nantikan ada ahlinya di sini,” kata pihak kepolisian.

Lalu, Hans menegaskan bahwa persoalan bukan soal kehadiran ahli, karena semua pihak bisa menghadirkan ahli masing-masing. Inti permasalahan adalah kapasitas Tjiong Budi dalam perkara tersebut. Sertifikat tanah yang menjadi objek sengketa tercatat atas nama Alimin, sehingga pihak lain dianggap tidak berkompeten dalam penunjukan batas tanah. Hans menambahkan bahwa pihaknya sudah menghadirkan ahli waris yang sah serta melibatkan KPKNL, sehingga menolak adanya penunjukan batas oleh pihak yang tidak berkompeten.

Suasana cek lokasi sengketa tanah di Jalan Sei Belutu, Medan, dihadiri aparat kepolisian, pihak BPN, dan saksi dari KPKNL, 29 Agustus 2025. (kedannews.co.id/Foto: Aris).

“Kita sekarang bukan bicara tentang ahlinya, semua punya ahli. Permasalahannya sekarang di sini, sebagai apa Tjiong Budi ini?” kata Hans Silalahi.

Sementara itu, Khilda Handayani, S.H., M.H., tim hukum yang juga kuasa hukum Mimi Herlina, menegaskan hal serupa. Ia menyebut sertifikat atas nama Alimin, dan pihaknya menolak penunjukan batas oleh Tjiong Budi karena tidak berkompeten.

“Sertifikat itu kan atas nama Alimin. Kami sudah menghadirkan ahli waris yang sah, ada juga KPKNL. Kami keberatan terhadap penunjukan batas oleh Tjiong Budi,” kata Khilda Handayani.

Lalu, Tjiong Budi sendiri menjelaskan bahwa laporan dibuat berdasarkan alas hak yang dimilikinya, termasuk pernyataan Alimin dan bukti pembayaran 50 persen uang. Ia menyatakan bahwa saat ini persoalan masih tahap penunjukan batas tanah.

“Saat kami melapor, berdasarkan alas hak kami. Alimin ada pernyataan, ada surat bahwa 50 persen uang saya sudah diberikan. Jadi nanti kita saling menunjukan batas, saya menunjukkan sesuai surat saya, ibu silakan sesuai surat ibu. Nanti di kantor yang berwenang menentukan kepastian batas,” kata Tjiong Budi.

Hans kembali menekankan bahwa pihak yang membuat laporan seharusnya Alimin, karena dialah yang disebut telah membeli 50 persen tanah tersebut. Ia menilai pengukuran tidak bisa dilakukan dalam kondisi seperti ini.

“Menunjukan batas, kapasitas Anda sebagai apa? Seharusnya yang melaporkan Alimin, karena ada membeli 50 persen. Sekarang saya bilang tidak bisa diukur,” kata Hans.

Lalu, Kanit IV Tipu Gelap Subdit II Harda Bangtah, Kompol Jhonson M. Sitompul, S.H., M.H., menjelaskan bahwa pihak kepolisian menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan tidak memihak. Pengukuran hanya dilakukan untuk memastikan batas tanah, bukan menentukan siapa yang benar atau salah.

“Kami tidak mengatakan siapa yang berhak dan siapa yang tidak. Tapi terkait adanya laporan, kami perlu membawa rekan dari BPN Medan untuk memastikan batas sesuai yang keberatan,” kata Kompol Jhonson.

Hans Silalahi menambahkan bahwa kasus ini sebelumnya sudah diperiksa pejabat lama, Pak Tatan, namun kembali muncul. Menurutnya, pihak terkait tidak memiliki titik koordinat yang jelas sehingga menimbulkan keraguan.

“Ini sudah pernah diperiksa, waktu itu sama Pak Tatan. Ini diperiksa lagi, ada apa? Mereka tidak ada titik koordinat. Jadi tidak jelas di sini titik koordinatnya,” kata Hans.

Khilda Handayani juga menegaskan bahwa pihak yang sah menunjukkan batas tanah adalah Alimin, bukan Tjiong Budi. Ia menegaskan tidak keberatan jika dilakukan pengukuran ulang oleh pihak yang kompeten, dan memastikan hak investasi Tjiong Budi tetap diakui.

“Kalau diukur kembali, harus oleh yang berkompeten, dalam hal ini Alimin. Kami tidak menghilangkan hak Bapak Tjiong untuk investasi atau kemitraan, tapi penunjukan batas yang pasti diketahui Alimin,” kata Khilda.

Suasana cek lokasi sengketa tanah di Jalan Sei Belutu, Medan, dihadiri aparat kepolisian, pihak BPN, dan saksi dari KPKNL, 29 Agustus 2025. (kedannews.co.id/Foto: Aris).

Akhirnya, tim hukum Mimi Herlina Nasution membiarkan Tjiong Budi, BPN, dan pihak kepolisian melakukan pengecekan lokasi (cek TKP). Begitu juga dilakukan oleh tim hukum Mimi Herlina, yang melakukan pengecekan ulang lokasi hingga seluruh proses selesai, meski sebelumnya sempat memicu ketegangan di lapangan.

Dalam konferensi pers, Hans Silalahi menegaskan bahwa lahan pernah diukur BPN Sumut beberapa tahun lalu. Saat itu, Alimin tidak memiliki titik koordinat maupun dokumen sah. Pengukuran terbaru dianggap sebagai “ganti kulit”, karena orangnya sama, tetapi pihak yang muncul berbeda, yakni Tjiong Budi. Ia menegaskan akan melaporkan kembali tindakan ini ke kepolisian.

“Beberapa tahun lalu pernah diukur BPN Sumut, Alimin tidak punya titik koordinat atau alas hak. Sekarang diukur kembali, ganti kulit saja. Kami akan melaporkan kembali, karena pengukuran hari ini tidak sah secara hukum,” ujar Hans Silalahi.

Konferensi Pers Kuasa Hukum Mimi Herlina Nasution (kanan) yakni Hans Silalahi, S.H (tengah), Dr. Khomaini, S.E., S.H., M.H (kiri) usai cek lokasi sengketa tanah di Jalan Sei Belutu, Medan, dihadiri aparat kepolisian, pihak BPN, dan saksi dari KPKNL, 29 Agustus 2025. (kedannews.co.id/Foto: Aris).

Khilda Handayani, S.H., M.H menambahkan bahwa laporan terdahulu yang ditangani Hans berakhir dengan SP3. Namun, muncul laporan baru dengan pelapor berbeda, Tjiong Budi, yang dianggap tidak memiliki legal standing. Ia menyebut SHM 509, 510, dan 871 atas nama Alimin dan Tjiong Budi tidak tercatat dalam sertifikat.

“Perkara ini terkesan dipaksakan. Pelapor saat ini tidak memiliki legal standing. Nama pelapor tidak tertera dalam sertifikat. Ini hanya mengganti pelapor, objek dan tindak pidana tetap sama. Sesuai prinsip hukum ne bis in idem, perkara yang sama tidak bisa dilaporkan dua kali,” jelas Khilda.

Dr. Khomaini, S.E., S.H., M.H., menekankan bahwa tujuan hukum harus mengedepankan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Ia menyoroti potensi mafia tanah dan meminta Kapolda Sumut menuntaskan masalah ini agar tidak berlarut-larut.

“Perkaranya bukan kali ini saja, sudah bertahun-tahun tidak selesai. Ini bisa menjadi preseden buruk, satu objek bisa dimiliki banyak orang. Kami minta Kapolda Sumut segera menuntaskan dan menelusuri dugaan surat palsu,” kata Dr. Khomaini.

Konferensi Pers Kuasa Hukum Mimi Herlina Nasution yakni Khilda Handayani, S.H., M.H (tengah), Dr. Khomaini, S.E., S.H., M.H (kanan) usai cek lokasi sengketa tanah di Jalan Sei Belutu, Medan, dihadiri aparat kepolisian, pihak BPN, dan saksi dari KPKNL, 29 Agustus 2025. (kedannews.co.id/Foto: Aris).

Khilda Handayani, S.H., M.H menambahkan bahwa tindakan Tjiong Budi merupakan bentuk manipulasi hukum dan Menyelundupkan Hukum karena objek, pihak terlapor, dan dugaan tindak pidana tetap sama. Ia juga menyoroti cacat hukum dan administrasi dalam penerbitan SHM 509, 510, dan 871, termasuk tidak adanya pengukuran peta bidang, yang seharusnya menjadi syarat penerbitan sertifikat.

“Alimin menggunakan orang lain untuk melaporkan perkara yang sama. Proses penerbitan SHM cacat hukum dan administrasi. Alimin dan Tjiong Budi tidak pernah menguasai tanah secara fisik, yang merupakan salah satu syarat penerbitan sertifikat,” kata Khilda.

Khilda Handayani, S.H., M.H, juga mempertanyakan tujuan Kantor Pertanahan (Kanta) Kota Medan yang kembali melakukan pengambilan titik koordinat di atas lahan sengketa. Khilda menilai langkah tersebut perlu diperjelas, apakah untuk membuat titik koordinat baru atau hanya mencocokkannya dengan arsip dan register yang ada di Kanta Medan. Ia menyebut, dari hasil penyelidikan kepolisian sebelumnya ditemukan bahwa pengukuran peta bidang di lokasi tersebut tidak pernah dilakukan.

“Hal ini menjadi pertanyaan bagi kami. Apakah pengambilan titik koordinat yang dilakukan saat ini untuk membuat titik baru atau hanya mencocokkan dengan yang lama?” ujarnya.

Menurut Khilda, ketidakjelasan tujuan pengukuran dapat menimbulkan polemik baru, terlebih jika dasar koordinat lama tidak pernah tercatat secara resmi. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal persoalan ini agar tidak merugikan kliennya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *