
Sekitar 30 menit di ruangan, Sekda bersama Anggota DPRD Dairi keluar dari ruangan menemui petani. Katanya di Kabupaten Dairi ada sekitar 43 hektar lahan pertanian yang akan di alih fungsikan menjadi lahan tambang. Karena itu petani khawatir akan krisis pangan ketika ini akan dialih fungsikan.
Tahun 2021, katanya dari sektor pertanian ada 42,9 persen yang menyumbang APBD.
“Dan juga tadi saya sampaikan dari desa saya sendiri Bongkaras 13 Miliar per tahun itu dari hasil pertanian kami dapatkan. Perusahan – perusahan ini akan hadir lalu mengancam lahan pertanian kami maka akan terjadi krisis pangan,” tungkas Gerson.
Terkait PT Gruti, petani juga mengaku sudah beberapa kali melakukan audiensi bahkan sampai RDP di kantor DPRD.
Petani diimingi dengan dukungan politik, tapi katanya dukungan itu bohong.
“Kami sudah beberapa kali mempertanyakan izin PT Gruti, sampai hari ini tidak ada menyatakan hal yang pasti,” kata Pangihutan Sijabat.
Warga Parbuluan VI itu mengatakan setelah dibentuknya pansus, DPRD berjalan ke beberapa instansi dan mereka mendapat jawaban PT Gruti tidak ada.
‘Salah satu buktinya di BPN Sumatera Utara jawaban yang didapat pansus mengatakan bahwa PT gruti sama sekali nihil tidak pernah terdaftar di BPN provinsi. kami melihat kelakukan mereka seperti ini, maka kami menyimpulkan mereka adalah mafia tanah,” kata Ketua Kelompok Tani Marhaen itu.
Sekarang dikatakan ada 50 hektar lahan di desa Sileu-leu Parsaoran rusak. Kawasan Hutan di daerah itu katanya dirambah. Kayu-kayu diolah kemudian dibawa keluar.
“Kayu olahan itu kalau kita lihat orang somil bilang ukuran 2 x 6, ada juga yang papan, ada juga yang 2 x 4, kita nggak tau dibawa kemana itu kayu, namun yang jelas itu lah yang kami temukan di lokasi,” tutur Pangihutan.












