Medan, kedannews.co.id – Seorang Wiraswasta menggugat PNS senilai Rp2,47 miliar karena dugaan ingkar janji dalam penyelesaian utang secara kekeluargaan.
Gugatan tersebut dilayangkan Abdul Rahman Hasibuan asal Padang Sidempuan melalui kuasa hukumnya, Muhammad Ilham, SH & Rekan yakni Imam Munawir, S.H, Anggi Puspita Sari Nasution, S.H, ke Pengadilan Negeri Medan pada 7 Mei 2025. Tergugat dalam perkara ini adalah seorang PNS bernama Hj. Siti Amrina Harahap, yang sebelumnya juga telah melaporkan penggugat ke Polda Sumut.
Dalam laporan polisi Nomor LP/B/1297/IX/2024/SPKT/Polda Sumut tertanggal 23 September 2024, Hj. Siti Amrina Harahap menuduh Abdul Rahman Hasibuan melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan sesuai Pasal 378 dan/atau 372 KUHP.
Pihak Abdul Rahman Hasibuan menyebutkan bahwa setelah pelaporan pidana itu, mereka justru sepakat damai dan melakukan pembayaran bertahap. Namun, tergugat disebut membatalkan kesepakatan dan menolak pembayaran Rp50 juta yang telah disiapkan.
Kuasa hukum Abdul Rahman, Muhammad Ilham, S.H, mengungkapkan bahwa pihaknya mengajukan gugatan wanprestasi terhadap tergugat karena diduga telah ingkar janji. Hal itu disampaikan dalam wawancara di Medan, Selasa (22/7/2025).
Menurut Ilham, tergugat sebelumnya berjanji akan datang ke Medan setelah menerima sejumlah uang dari penggugat yang ditransfer secara bertahap ke rekeningnya. Namun, setelah uang diterima, tergugat tidak memenuhi janjinya untuk hadir di Medan dan membuat perjanjian perdamaian secara tertulis. Tergugat justru mengirim seseorang yang disebut sebagai menantunya.
“Janji tersebut tidak ditepati, padahal penggugat telah mentransfer dana secara bertahap. Karena tergugat enggan datang, kami menilai ini bentuk wanprestasi,” ujarnya.
Ilham juga menjelaskan bahwa pihak penggugat sempat kembali menunjukkan itikad baik dengan mengadakan pertemuan di dekat Polda Sumatera Utara. Dalam pertemuan tersebut, penggugat membawa uang tunai sebesar Rp50 juta. Namun, tawaran tersebut ditolak oleh tergugat.
Pihak penggugat pun secara lisan meminta agar uang yang telah diterima sebelumnya dikembalikan. Namun, permintaan tersebut tidak diindahkan. Berdasarkan hal itu, Abdul Rahman memutuskan untuk menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Medan.
Abdul Rahman Hasibuan menuntut ganti rugi materiil Rp470 juta dan immateriil Rp2 miliar. Rinciannya antara lain biaya advokat Rp150 juta, sidang Rp20 juta, hingga biaya kesehatan dan psikologis akibat tekanan perkara.
Ia juga meminta agar majelis hakim menjatuhkan dwangsom atau uang paksa Rp1 juta per hari jika tergugat tidak melaksanakan putusan setelah inkracht, serta putusan dapat dilaksanakan meski ada upaya hukum lanjutan.
Kuasa hukum menyampaikan bahwa pelapor telah mengakui menerima uang dari klien mereka. “Dengan pengakuan itu, laporan pidana seharusnya gugur, karena substansi perkara adalah perdata,” tegas Ilham.
Pihaknya juga berencana mengirim surat resmi ke penyidik agar laporan tersebut dihentikan demi kepastian hukum. “Perkara ini murni perdata dan sudah masuk tahap jawaban tergugat,” ujarnya.
Namun dalam sidang yang kini bergulir di PN Medan dengan nomor perkara 451/Pdt.G/2025/PN-Mdn, pihak tergugat menggugat balik. Melalui kuasa hukum Muhammad Ali Harahap, SH & Rekan, tergugat menilai gugatan penggugat kabur, serta tidak didukung dasar hukum yang kuat.
Mereka juga menuding Abdul Rahman Hasibuan melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) karena tidak mengembalikan uang senilai Rp850 juta, yang terdiri dari transfer langsung dan pemberian tunai kepada MR.
“Penggugat hanya membawa Rp50 juta saat pertemuan, padahal telah janji mengembalikan Rp350 juta,” informasi di Eksepi dan Jawaban dari kuasa hukum tergugat. Penolakan uang karena tidak sesuai nilai disebut sebagai hak tergugat.
Tergugat mengklaim mengalami kerugian materiil Rp750 juta dan immateriil Rp1,5 miliar, serta meminta penyitaan aset penggugat sebagai jaminan, dan dwangsom Rp1 juta per hari bila lalai melaksanakan putusan.
Dalam eksepsinya, tergugat juga meminta hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima dan menghukum penggugat membayar ganti rugi secara tunai.
Sidang lanjutan perkara ini dijadwalkan dalam waktu dekat. Majelis hakim diharapkan mampu menilai bukti secara adil dan memberi keputusan seimbang bagi kedua belah pihak.