LUBUK PAKAM , kedannews.com – Pengadilan Negeri Lubuk Pakam kembali menggelar sidang perlawanan pihak ketiga (derden verzet) atas sita eksekusi lahan 32 hektar milik sah Pengurus Besar (PB) Al Washliyah yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) pada Kamis (13/2/2025). Pihak ketiga dari Himpunan Penggarap Pengusahaan Lahan Kosong Negara (HPPLKN) menolak penetapan sita eksekusi Nomor: 22/Pdt.Eks/2023/PN Lbp Jo. 55/Pdt G/2012/PN LP tertanggal 13 Desember 2023.
Sidang lanjutan perkara Nomor 500/Pdt.Bth/2024/PN Lbp menghadirkan dua saksi dari PB Al Washliyah, yakni Batara Lubis dan ustadz H Muhammad Darul Yusuf. Kuasa hukum PB Al Washliyah, Ade Zainab Taher SH, dan kuasa hukum HPPLKN (Pembantah), Dr. Redyanto Sidi, turut hadir dalam persidangan.
Dalam kesaksiannya, Batara Lubis memaparkan kronologi kepemilikan lahan 32 hektar yang berlokasi di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Ia menyatakan telah mengetahui lahan tersebut milik sah Al Washliyah sejak 2004 setelah melihat SK Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 42 Tahun 2002.
Sebagai penduduk asli Desa Helvetia, Batara mengungkapkan bahwa pada 2004 hanya ada beberapa penggarap di lahan tersebut, tetapi jumlahnya terus bertambah setelah 2014. “Tahun 2004 sampai 2014 hanya ada beberapa penggarap saja. Setelah 2014 jumlahnya semakin banyak,” ujarnya.
Ia juga mengakui adanya surat imbauan dari Kepala Desa Helvetia yang meminta para penggarap mengosongkan lahan dengan kompensasi Rp 10 juta per rumah dari Al Washliyah. Namun, surat tersebut akhirnya dicabut setelah mendapat protes dari masyarakat penggarap.
Di akhir kesaksiannya, Batara hendak menyerahkan dokumen pendukung kepada majelis hakim, tetapi hakim menyarankan agar dokumen tersebut diserahkan melalui kuasa hukum.
Sementara itu, saksi ustadz H Muhammad Darul Yusuf mengaku mengetahui perkara ini sejak 2024. Ia mengungkapkan bahwa sebelumnya ada pihak penggarap yang meminta bantuannya untuk menggelar aksi mempertahankan lahan. Namun, setelah menelusuri fakta bahwa Al Washliyah adalah pemilik sah, ia dan kelompoknya menarik dukungan mereka. “Saya berjuang untuk kebenaran,” tegasnya di persidangan.
Majelis hakim kemudian menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengar kesaksian ahli dari pihak Pembantah.
Sesuai putusan Mahkamah Agung RI No. 1485 K/Pdt/2020 tertanggal 20 Mei 2020 jo. No. 1331 K/Pid.Sus/2019, PB Al Washliyah telah ditetapkan sebagai pemegang hak sah atas lahan tersebut.
Kuasa hukum PB Al Washliyah, Ade Zainab Taher SH, menegaskan bahwa dengan adanya sita eksekusi, lahan tersebut tidak boleh dipindahtangankan, diagunkan, disewakan, atau didirikan bangunan baru tanpa izin dari PB Al Washliyah sesuai dengan Pasal 214 ayat (1) RBg.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa lahan tersebut saat ini dihuni oleh sekitar 300 KK serta terdapat beberapa rumah ibadah yang sudah berdiri maupun masih dalam tahap pembangunan.
“PB Al Washliyah sebagai organisasi Islam yang lahir dan besar di Sumatera Utara akan tetap menjaga kondusifitas dan kerukunan masyarakat dalam mempertahankan haknya atas lahan ini serta menghindari konflik agama,” pungkas Ade Zainab Taher SH.