Medan, kedannews.com – Rutin diselenggarakannya Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Antar Bangsa Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) dan Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) tidak lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas membaca Al Qur’an para pemuda generasi Islam di dunia, khususnya Indonesia.
Hal itu dikemukakan Wakil Presiden DMDI Komjen Pol (Purn) Dr (HC) Drs Syafruddin MSi saat membuka MTQ Antar Bangsa DMDI dan BKPRMI di Masjid Al Musannif Jalan Cemara Asri, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sabtu (1/4/2023) sampai Senin (3/4/2023).
Dikemukakannya dari hasil riset yang pernah dilakukan tentang kualitas keummatan dari aspek kemampuan membaca Al Qur’an, meski jumlah ummat Islam Indonesia yang bisa membaca Al Qur’an terus bertambah namun masih banyak lagi tidak bisa membaca yang rata-rata didominasi oleh kaum muda, para generasi Islam.
“Lima tahun lalu sebelum pensiun, saya sudah mengurus dan membina 9 organisasi pemuda Islam. Kemudian saya kumpulkan dan meminta mereka untuk melakukan riset. Dan hasilnya dari 223 juta penduduk Indonesia pada waktu itu, masih banyak rata-rata generasi Islam tidak bisa membaca Al Qur’an. Ini sangat miris kita melihatnya,” ujar Komjen Pol (Purn) Syafruddin.
Hadir pada acara tersebut, Wakil Gubernur Sumatera Utara (Wagubsu) Musa Rajekshah, Pangdam I/BB Mayjen TNI Achmad Daniel Chardin, Wakapolda Sumut Brigjen Pol Jawari, Bupati, Dirjen Kemendagri, Ketua Umum DPP BKPRMI H Datuk Said Aldi Al Idrus, Ketua MUI Sumut H Maratua Simanjuntak, Ketua DMDI Sumut H Datuk Muhammad Isa Indrawan, Sekda Kabupaten Deli Serdang H Timur Tumanggor, Ketua PMI Sumut DR H Rahmat Shah.
Hadir juga Ketua Umum DPW BKPRMI Sumut Syafrizal Harahap beserta pengurus dan Ketua DPD BKPRMI se Sumut.
Menurut Syafruddin, untuk mengentaskan para generasi Islam dari tidak bisa membaca Al Qur’an, dirinya selalu menekankan kepada organisasi pemuda Islam dibawah binaannya agar tidak hanya fokus pada organsasi saja, yang ujungnya berpolitik. Tapi juga harus bisa membaca Al Qur’an dan memahami isi kandungan Kitab Suci ummat Islam tersebut.
“Kalau hanya sibuk dengan organisasi saja, buat apa kalau tidak bisa membaca Al Qur’an dan memahami isinya. Sementara yang dibawa berlabel Islam. Indonesia harus bisa seperti Chechnya yang 90 persen penduduknya bisa membaca Al Qur’an dan 10 persennya lagi adalah penghafal Al Qur’an,” tegasnya.
“Jadi kalau ada yang mengatakan membaca Al Qur’an itu radikal, maka salah besar. Dengan membaca ayat-ayat di dalam Qur’an, maka hati akan menjadi tenang, apalagi kalau bisa memahami isinya. Karena radikal itu adalah orang yang tidak bisa membaca Al Qur’an. Bacaannya dipenggal-penggal lalu disambung,” tandasnya.












