Medan, kedannews.com – Tim kuasa hukum Rumah Sakit Umum (RSU) Mitra Sejati menegaskan bahwa tuduhan pemaksaan perdamaian dan dugaan malpraktik yang dialamatkan kepada pihak rumah sakit yang disampaikan dalam aksi demonstrasi di depan Polda Sumatera Utara pada 24 maret 2025 itu adalah tidak benar. Klarifikasi ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat pagi (28/03/2025) di Medan.
Dalam konferensi pers, Kuasa Hukum RS Mitra Sejati, Erwinsyah Dimyati Lubis, SH., MH bersama kuasa hukum RSU Mitra Sejati yang hadir Anto Simanjuntak ,S.H, M.H, Irwansyah Putera, S.H , Noris Fernando Girsang, S.H dan Tuahman Leonardus Simbolan menyampaikan kronologis perkara dan menjelaskan duduk permasalahan yang terjadi antara pasien amputasi Junita dan dokter bedah.
Erwinsyah Dimyati Lubis, SH., MH menekankan bahwa perjanjian perdamaian yang ditandatangani pada 4 Maret 2025 sah secara hukum dan tidak ada unsur paksaan.
“Kami dari tim legal RS Mitra Sejati menegaskan bahwa surat perdamaian tanggal 4 Maret 2025 ditandatangani langsung oleh Dr. Aswadi serta pihak korban, Everedy Sembiring, dan istrinya, Rita Br. Surbakti. Kesepakatan ini juga dihadiri oleh kuasa hukum korban, Hans Silalahi, serta saksi lainnya. Jadi, jika ada yang menyatakan bahwa Dr. Aswadi tidak menandatangani, itu tidak benar,” kata Erwinsyah.
Lebih lanjut, Erwinsyah menegaskan bahwa perjanjian tersebut telah memenuhi syarat hukum yang sah dan erwinsyah juga membantah klaim bahwa perjanjian tersebut cacat hukum.
“Jika ada pihak yang menganggap perjanjian ini tidak sah, maka ranahnya ada di pengadilan, bukan di jalanan melalui aksi demonstrasi,” tambahnya.
Prosedur Kaki Palsu Sesuai Standar Medis
Menanggapi tuduhan mengenai keterlambatan pembuatan kaki palsu bagi pasien, Erwinsyah menjelaskan bahwa ada prosedur medis yang harus diikuti.
“Pembuatan kaki palsu tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Prosesnya membutuhkan waktu 4 hingga 6 bulan, tergantung pada kondisi pasien. Saat ini, pasien masih dalam tahap pemulihan, dan pemasangan kaki palsu baru bisa dilakukan setelah luka benar-benar sembuh,” paparnya.
Kuasa hukum lainnya, Anto Simanjuntak, SH., MH, juga menjelaskan bahwa saat perjanjian perdamaian ditandatangani, korban sudah berada di bawah pengawasan kuasa hukum mereka sendiri.
“Bagaimana bisa ada unsur paksaan jika perdamaian ini ditandatangani di hadapan pengacara korban sendiri? Bahkan, setelah tanda tangan, ada foto bersama sebagai bukti,” ujar Anto.
Tim Hukum Tempuh Jalur Hukum
Tak hanya memberikan klarifikasi, pihak RS Mitra Sejati juga mengancam akan mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang dianggap mencemarkan nama baik rumah sakit.
“Kami telah melaporkan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Selain itu, kami juga telah mengadukan pencatutan nama RS Mitra Sejati dalam aksi mereka ke Kementerian Hukum dan HAM terkait pelanggaran merek,” tegas Erwinsyah.
Irwansyah Putra, SH., MH, yang juga merupakan bagian dari tim hukum RS Mitra Sejati, menambahkan bahwa perjanjian yang dibuat telah memenuhi syarat hukum sesuai Pasal 1320 KUH Perdata.
“Perdamaian ini sudah sah secara hukum, dibuat dengan kesepakatan kedua belah pihak tanpa ada tekanan. Jika masih ada pihak yang ingin mempermasalahkannya, kami persilakan untuk menempuh jalur hukum yang benar, bukan melakukan aksi yang dapat menyesatkan publik,” ujar Irwansyah.
Dengan adanya konferensi pers ini, pihak RS Mitra Sejati berharap agar publik tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak berdasar. Tim hukum juga menegaskan kesiapan mereka untuk melawan segala bentuk tuduhan yang dianggap merugikan nama baik rumah sakit.