Malam itu, Budi terbangun karena suara perutnya yang bergejolak seperti konser dangdut. Ia mengintip jam—tepat pukul 12 malam. “Waduh, lapar banget! Harus cari makan!” pikirnya.
Dengan mata setengah terpejam, Budi merayap ke dapur seperti maling kesiangan. Sayangnya, kulkas kosong melompong. Cuma ada es batu dan sebungkus saus kadaluarsa. Tapi tiba-tiba, ia melihat sebuah panci tertutup di meja. Hatinya langsung bersorak.
“Siapa nih yang masak nasi goreng? Baunya mantap!” Tanpa pikir panjang, ia mengambil piring, menyendok nasi goreng itu, dan langsung menyuapnya dengan lahap.
Baru dua suapan, ia merasa ada yang aneh. Rasanya bukan seperti nasi goreng biasa, lebih mirip… sabun cuci piring? Matanya membelalak. “Astaga! Ini kok ada busanya?!”
Saat itu juga, pintu kamar terbuka dan muncul neneknya dengan muka kaget. “Budi! Kamu makan itu?! Itu nasi goreng buat si Belang!”