Lampung, KedanNews.com – Kota Langsa, Provinsi Aceh, mengalami kemunduran ekonomi dan politik yang mengkhawatirkan. Pertumbuhan ekonomi merosot drastis, sementara dunia politik dilanda ketidakpastian berkepanjangan. Situasi ini memicu gejolak di berbagai kalangan, terutama di tengah bulan suci Ramadhan.
Ketua Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Aceh, Tengku Nasruddin, menyampaikan keprihatinannya melalui sambungan telepon kepada wartawan di Bandar Lampung pada Sabtu, 29 Maret 2025.
“Bukan hanya masyarakat di pusat Kota Langsa yang terdampak, tetapi juga warga di pedesaan yang berbatasan dengan Aceh Tamiang dan Aceh Timur. Semua orang tahu, ini akibat pertikaian anggota legislatif serta ketidakmampuan pemerintahan di bawah kepemimpinan Pj Wali Kota Langsa, Syaridin, SPd, MPd,” ungkapnya dengan nada kesal.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi di Pasar Kota Langsa selama Ramadhan 1446 H tahun ini jauh lebih buruk dibandingkan dua tahun lalu. “Kami bersama awak media telah mengamati kondisi di lapangan. Ekonomi, politik, dan keamanan di Langsa benar-benar hancur,” tambahnya.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Kota Langsa, Mahlil, membenarkan kondisi tersebut. Melalui sambungan telepon, ia mengungkapkan bahwa daya beli masyarakat turun drastis. “Selama dua tahun terakhir, transaksi antara pedagang dan konsumen, terutama pedagang kaki lima, terus menurun. Kami sudah melakukan survei dan hasilnya menunjukkan ekonomi Langsa sedang lesu,” paparnya.
Tim Disperindag bersama Polres Langsa telah mengamati kondisi pasar dan memastikan tidak ada kenaikan harga barang, namun daya beli masyarakat sangat rendah. “Neraca ekonomi kita mengalami penurunan signifikan,” tegas Mahlil.
Kondisi pasar yang sepi juga terlihat saat wartawan KedanNews.com melakukan pemantauan langsung. “Biasanya, suasana Ramadhan di Aceh ramai dengan aktivitas perdagangan. Namun kali ini, Pasar Kota Langsa terasa seperti kota yang baru saja dihantam serangan udara,” kata seorang pedagang yang enggan disebut namanya.
Sementara itu, di Jalan T. Umar, aktivitas perdagangan tetap berlangsung, tetapi didominasi oleh pedagang kembang api dan petasan. Ketua FPRM, Tengku Nasruddin, mengecam hal ini dengan keras.
“Ini budaya luar yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Mereka menjualnya menjelang waktu berbuka dan saat umat Muslim sedang sholat Tarawih serta Tadarus. Ini sangat mengganggu,” ucapnya geram.
Lebih parahnya lagi, ia menuding petugas Satpol PP Kota Langsa justru terkesan melindungi para pedagang tersebut. “Bukannya menertibkan, malah membiarkan dagangan ini beredar bebas. Apa mereka mau menarik upeti dari pedagang-pedagang itu?” sindirnya.
Ketika dikonfirmasi melalui telepon, Pj Wali Kota Langsa, Syaridin, membantah tuduhan tersebut. “Itu sudah dilarang melalui seruan bersama Forkopimda dan diawasi oleh Satpol PP serta WH agar tidak ada yang membakar mercon,” ujarnya.
Namun, saat ditanya lebih lanjut mengenai masih maraknya pedagang petasan di Kota Langsa, Syaridin hanya menjawab, “Mereka memang menjual, tapi tugas Satpol PP dan WH adalah menertibkan dan mengawasi agar tidak ada yang membakar petasan di malam Lebaran.”
Situasi ini semakin memperjelas kondisi Kota Langsa yang sedang terpuruk. Dengan ekonomi yang lesu dan ketidakstabilan politik, warganya kini harus bersiap menghadapi ketidakpastian yang lebih besar di masa mendatang.