Medan, kedannews.co.id – Guru honorer menangis di RDP Komisi 2 DPRD Medan, Senin (14/07/2025), menuntut pelantikan P3K dan pencairan sertifikasi yang belum juga terlaksana.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) digelar Komisi 2 DPRD Medan pada Senin siang, 14 Juli 2025, di Gedung DPRD Medan, Jalan Kapten Maulana Lubis, Kota Medan. RDP ini membahas aspirasi dari Forum Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non K-35 (GTKHNK 35) Kota Medan terkait pelantikan P3K, tunjangan sertifikasi, dan insentif rendah.
Ketua Komisi 2 DPRD Medan, Kasman Lubis, membuka rapat dengan menegaskan bahwa surat aspirasi dari para guru telah diterima dan forum ini digelar agar pihak dinas serta anggota dewan memahami langsung aspirasi guru honorer. Ia mempersilakan perwakilan guru untuk menyampaikan pernyataan secara langsung.
Masjuriyah Br Nasution, S.Pd., selaku sekretaris forum, menyampaikan bahwa surat aspirasi telah dikirimkan pada 12 Juni 2025. Menurutnya, forum berusaha menjaga ketertiban agar guru tidak turun ke jalan, melainkan menyampaikan keluhan secara santun melalui DPRD.
Masjuriyah menjelaskan bahwa mereka adalah lulusan seleksi P3K tahun 2024 yang telah dinyatakan lulus pada Desember 2024, namun belum juga dilantik hingga kini. Informasi yang beredar menyebut pelantikan baru akan digelar Oktober 2025, dan itu dianggap terlalu lama. Ia juga menyampaikan bahwa banyak guru belum menerima pencairan tunjangan sertifikasi tahap pertama (TW1), meski telah mengikuti uji coba tahap 1 hingga 3.
“SK kepala sekolah tidak diakui, sedangkan SK dari Dinas Pendidikan sudah tidak pernah lagi dikeluarkan sejak 2017,” jelas Masjuriyah. Ia juga menyinggung insentif yang kini hanya Rp250.000 per bulan, jauh dari sebelumnya Rp800.000, dan berharap pembayaran bisa dilakukan rutin setiap bulan.
Masalah lainnya adalah guru dari kelompok R3 yang belum lulus. Mereka merasa terombang-ambing, dan belum paham tahapan pengurusan DRH. Forum mengundang mereka agar mendapat penjelasan langsung.
Wakil Ketua Komisi 2, Modesta Br Marpaung, menanggapi dengan kritis. Ia menyoroti pentingnya pelantikan bagi guru honorer agar berhak atas tunjangan sertifikasi. Ia juga mengecam rendahnya gaji guru yang tidak manusiawi. “Guru ini sangat dihormati, tapi gajinya hanya Rp600 ribu, Rp400 ribu. Bagaimana mereka bisa hidup?” ujar Modesta.
Sekretaris BKDPSDM Medan, Adrian Saleh, menyampaikan bahwa pelantikan tahap satu diupayakan selesai pada Agustus 2025. Oktober adalah batas akhir. Ia menegaskan bahwa pelantikan harus berurutan: tahap satu, dua, dan terakhir Katap Waktu. Menurutnya, penundaan disebabkan belum lengkapnya regulasi dan anggaran.
“Jumlah formasi banyak. CPNS 146 orang, P3K guru 562, teknis hampir 70.000. Jika semua diangkat penuh waktu, maka struktur belanja daerah berubah drastis,” jelas Adrian. Ia menambahkan, pengangkatan R3 akan dilakukan bertahap, menyesuaikan kemampuan anggaran.
Sekretaris Dinas Pendidikan, Andy Yudhistira, menyampaikan bahwa tugas dinas hanya mengusulkan nama-nama guru, sementara SK pelantikan ada di tangan BKD. Ia menjelaskan bahwa sertifikasi terganjal oleh ambigu aturan soal sumber penghasilan guru yang tidak berasal dari APBD, melainkan dari dana BOS.
Andy berjanji akan berkoordinasi dengan pusat agar guru yang mendapat insentif bisa tetap menerima tunjangan profesi, walau belum menjadi ASN. “Kita harus bedakan insentif dan honor. Honor adalah hak, insentif bisa hilang,” katanya.
Wakil Ketua Forum, Merriana Hasugian, menyampaikan harapannya dengan air mata. Ia menyatakan bahwa para guru datang bukan untuk melawan, tapi untuk menyampaikan jeritan hati. “Kami sudah sangat berharap, kami datang karena kondisi kami memaksa,” ucapnya.
Guru R3 bernama Ika juga mengeluhkan pendapatan hanya Rp400 ribu per bulan. Jika aturan 20% dana BOS diterapkan, ia hanya akan menerima Rp149 ribu. Ia berharap bisa diangkat tanpa harus mengikuti ujian ulang.
Adrian menegaskan bahwa semua akan diupayakan secara bertahap, karena anggaran daerah hanya boleh menggunakan maksimal 30% dari belanja barang untuk belanja pegawai.
Rapat Dengar Pendapat ini akhirnya ditutup oleh Ketua Komisi 2, Kasman Lubis.