Medan, Kedannews.co.id – Meski Presiden Joko Widodo telah menyelesaikan dua periode masa jabatannya, isu dugaan ijazah palsu masih saja terus digaungkan ke publik. Dalam wawancara eksklusif dengan Kedannews.co.id pada Sabtu menjelang siang, 21 Juni 2025, di Rumah Hukum Benteng Keadilan, Perumahan Menteng, Kota Medan, Ahli Hukum dan Praktisi Hukum Dr. Mikrot, SH., MH., menegaskan bahwa secara hukum kasus ini sudah selesai.
“Kasus ini lebih bersifat politis daripada hukum. Uji forensik Bareskrim Polri menyatakan ijazah identik dengan aslinya, dan UGM juga menyatakan ijazah itu sah. Jadi apalagi yang mau diragukan?,” tegas Dr. Mikrot.
Menurutnya, opini publik yang terus digiring hanya bertujuan untuk merusak citra Jokowi secara politis. Ia menilai bahwa ada pihak-pihak yang memang tidak siap menerima kenyataan bahwa Jokowi lolos dari tuduhan hukum terkait dokumen tersebut.
Dr. Mikrot menjelaskan bahwa pemalsuan dokumen diatur dalam Pasal 263 KUHP. Namun dalam konteks Presiden aktif, proses hukum bisa ditunda demi menjaga stabilitas negara. Hal ini sesuai putusan Mahkamah Konstitusi. “Tapi secara prinsip, presiden tetap tunduk pada hukum, hanya prosesnya yang berbeda karena statusnya,” ujarnya.
Ia juga meluruskan bahwa Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tidak berwenang menangani kasus pidana seperti ini. “Satu-satunya lembaga yang punya otoritas adalah Kepolisian Republik Indonesia,” ujarnya.
Dengan tegas, Dr. Mikrot mengatakan, “Kalau polisi sudah menyatakan ijazah itu asli, dan UGM menyatakan hal yang sama, maka saya pikir ini selesai. Kalau dua lembaga resmi saja tidak dipercaya, siapa lagi yang bisa dipercaya? Masa harus Tuhan yang menyatakan ijazah itu asli baru kita percaya?” katanya lantang.
Ia juga membandingkan dengan kasus Bupati Garut pada 2018 yang terbukti memalsukan gelar dan dijatuhi hukuman. Namun menurutnya, membandingkan kasus itu dengan dugaan terhadap Jokowi adalah tidak relevan.
Tentang peran Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mikrot menegaskan, “KPU hanya memverifikasi kelengkapan dokumen, bukan memverifikasi keaslian substansi. Kalau semua harus diverifikasi substansial, proses pencalonan bisa-bisa tidak selesai-selesai.”
Menutup wawancara, Dr. Mikrot menghimbau agar masyarakat berhenti membahas isu ini. “Kita negara hukum. Kalau institusi resmi seperti Polri dan UGM sudah menyatakan ijazah itu asli, sudah selayaknya kita hormati. Jangan sampai isu ini malah menggerus kepercayaan publik terhadap institusi hukum dan pendidikan kita,” tutupnya.