Medan, kedannews.com – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sumatera Utara mensinyalir terjadi praktek sistem ‘ijon’ APBD terhadap tender proyek Dinas BMBK (Bina Marga Bina Konstruksi) Provsu senilai Rp2,7 triliun yang diiumumkan LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) Provsunsi Sumatera Utara.
“Praktik ijo itu lazimnya dilakukan tengkulak pembeli hasil panenan petani, dengan cara memberikan uang di muka. Kita menduga praktik ini dilakukan terhadap APBD tahun 2022, 2023 dan 2024, tertanggal 8 Januari 2022, pada Dinas BMBK Sumut,” ujar wakil ketua DPW PSI Sumut Muhri Fauzi Hafiz, kepada wartawan, Senin (24/01/2022) melalui pesan WhatsApp di Medan.
Anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 menilai, berdasarkan LPSE Sumut tahun 2022 berjudul pembangunan jalan dan jembatan provinsi untuk kepentingan strategis daerah Provinsi Sumut sebesar Rp2,7 triliun, menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat yang terdampak, mulai dari kelompok pengusaha lokal, penyedia barang dan jasa lokal, dan anggota masyarakat lainnya.
“Kita prihatin. Mengherankan lagi, Gubsu Edy Rahmayadi dan Pimpinan DPRD Sumut menyetujui lelang proyek Dinas BMBK sebesar Rp 2,7 triliun menggunakan dana APBD tahun anggaran 2022, 2023 dan 2024, diumumkan LPSE Sumut tahun ini,”ujarnya.
Menurut Muhri, dugaan praktik ‘ijon APBD’ bahwa ada uang pada APBD tahun 2023, disebut-sebut sebesar Rp1,5 triliun, pada APBD tahun 2024 disebut-sebut sebesar Rp700 milyar, diinformasikan sudah disepakati dengan MoU antara Gubernur dan pimpinan Dewan untuk kelanjutan proyek sebesar Rp2,7 triliun. Padahal APBD tahun anggaran 2023 dan 2024 belum disahkan bersama-sama antara Penprovsu dan DPRD Sumut. Hal ini sama polanya dengan sistem ‘ijon’ cenderung merugikan.
Muhri Fauzi Hafiz menambahkan, praktek ‘ijon APBD’ ini perlu dicegah baik oleh kelompok pengusaha lokal yang ada di asosiasi maupun anggota dan pimpinan DPRD Sumut periode 2019/2024. “Anggota dan pimpinan Dewan seharusnya resah, jika praktek ijon APBD terjadi, karena APBD tahun anggaran 2023 dan 2024 belum dibahas, tapi sudah disepakati oleh MoU (kesepakatan). Apakah MoU lebih tinggi dari Perda. Apakah semua aspirasi masyarakat yang diwakili masing-masing anggota dan pimpinan DPRD sudah sepenuhnya terpenuhi pada proyek Rp2,7 triliun ini,” tanyanya heran.
Politisi muda ini juga memastikan aspirasi masyarakat belum sepenuhnya terpenuhi pada proyek Rp2,7 triliun tersebut, karena pasca pandemi covid-19 masyarakat di daerah pemilihan masing-masing anggota dan pimpinan DPRD Sumut lebih membutuhkan stimulus ekonomi, guna meningkatkan kesejahteraan di daerah, seperti petani, peternak, buruh, pelaku UMKM/Koperasi serta pedagang kecil lainnya yang sudah bertahun-tahun bertahan dimasa pandemi lalu.
Dia juga menilai, raktek dugaan ‘ijon APBD’ ini bisa menumbuhkan kartel terselubung membuat kesempatan pengusaha lokal semakin kecil untuk berkompetisi, dalam kontribusi pada proyek pembangunan di Dinas BMBK Sumut.
Penulis : Mery Ismail, S.Sos
Editor : Mery Ismail, S.Sos