Medan, kedannews.com – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumut dan sejumlah elemen petani menolak pembangunan Food Estate di Humbahas (Humbang hasunsutan), karena dokumen dan regulasi kerjasamanya dengan petani belum jelas.
Hal ini diungkapkan Roy dari WALHI Sumut, Jannes Hutahean dari Yayasan Kalihid (Kelestarian alam lingkungan hidup) dan Maruli Marpaung dari forum petani kreatif kepada wartawan, Senin (8/11/2021) di Medan, terkait kritisi rencana pembangunan Food Estate di Humbahas- Sumut.

Dalam konsepnya, lanjut Roy, Food Estate suatu bentuk usaha pertanian skala besar berbasis kluster dan multikomoditas (tanaman pangan, hortikultura, ternak, perkebunan) dikembangkan dalam suatu sistem rantai nilai produksi yang terintegrasi hulu-hilir dengan mengembangkan mekanisasi modern, sistem digitalisasi, dan korporasi petani-petani.
Menjadi kekhawatiran, katanya, proyek Food Estate hanya dijadikan dalih bagi ekspansi agribisnis dalam skala luas. Dari hasil investigasi langsung di wilayah-wilayah strategis food estate di Sumut, ada beberapa alasan WALHI Sumut menolak program Food Estate di Humbahas. Diantaranya belum ada regulasi mengatur masalah pinjaman Rp80 juta per ha kepada petani menanam di lahan sendiri dan mekanisme maupun bentuk kerjasama serba tidak transparan.”kita kuatir dokumen kerja samanya belum ada atau sengaja ditutup-tutupi,”ujar Roy.
Roy menyebutkan, adanya program food estate tentunya meletakkan ancaman baru dalam menyumbang potensi kerusakan kawasan hutan dan praktik monopoli pertanian berskala besar. Proyek pengembangan food estate di Sumut diwacanakan di 4 Kabupaten (Kabupaten Humbang Hasundutan dengan luas 23.225 ha, Kabupaten Tapanuli Tengah 12.655 ha, Kabupaten Tapanuli Utara16.833 ha dan Kabupaten Pakpak Barat 8.329 ha) dengan total luas kawasan 61.042 ha.
Dari investigasi Kalihid, tambah Janes, polemik Food Estate Desa Riaria Kecamatan Polung Kabupaten Humbahas sampai saat ini masih mendapatkan penolakan
sebagian masyarakat.
Khusus di Humbahas, proyek pembangunan food estate akan difokuskan pada areal super prioritas seluas ± 1.000 ha terbagi dalam dua skema anggaran yaitu APBN seluas 215 ha dan investasi perusahaan offtaker seluas 785 ha. Kemudian pola penguasaan tanah diubah ke dalam bentuk pemberian sertifikat hak milik di wilayah food estate, diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo ketika meresmikan Food Estate di Humbahas 27 Oktober 2020.
“Disatu sisi, hal ini memunculkan kekhawatiran di masyarakat tentang penguasaan dan kepemilikan lahan yang mereka miliki. Dalam skema food estate terdapat skema kerjasama antara petani dengan perusahaan yang memungkinkan perusahaan dapat mengelola dan menguasai tanah milik petani. Di sisi lain masyarakat juga khawatir untuk melakukan penolakan, karena food estate merupakan proyek strategis nasional langsung dijalankan pemerintah pusat. Dalam penelitian, katanya, ditemukan adanya keluhan masyarakat tentang tidak transparannya hasil panen pada MT1, karena hasil panen raya langsung dikumpulkan melalui agen yang diketahui merupakan bagian dari project officer di dalam program food estate. Selain itu terdapat juga kasus penyelewengan yang dilakukan oknum kelompok petani terkait.

Roy dari WALHI Sumut, Jannes Hutahean dari Yayasan Kalihid (Kelestarian alam lingkungan hidup) dan Maruli Marpaung dari forum petani kreatif saat msmberi keterangan pers.
Penulis : Mery Ismail